Senin, 16 November 2009

Hukum Yang Tergadaikan


Beberapa hari belakangan ini, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan hingar bingar perseteruan antara dua lembaga penegak hukum yakni KPK  VS Kepolisian.  Entah siapa yang benar, namun pastinya perseteruan ini telah banyak menghabiskan energi dan tenaga aparatur penegak hukum di negeri tercinta ini.
 Disparitas  kedua lembaga membuat jutaan pasang mata terkesima dan tidak percaya bagaimana hukum di negriku  ini dengan mudahnya dipermainkan dan dilacurkan oleh segelintir orang yang mempunyai kekuatan modal dan harta, logika kekuasaan dan uang sering kali mengangkangi nilai-nilai keadilan rakyat. Begitu mudahnya kebenaran itu diputarbalikkan, begitu mudanya hukum dikesampingkan dan dilecehkan, tidak kah ada lagi hati nurani , moral dan etika di negeri ini. Bak  perahu kecil yang diterjang badai besar, terombang-ambing kesana kemari, bergerak tanpa ada kejelasan tujuan.
Telah terjadi krisis hukum di indonesia, hal ini ditandai dengan merosotnya integritas moral dan profesionalitas dari aparatur penegak hukum, buruknya mutu pelayanan, tidak adanya kepastian dan keadilan hukum[1]. Hukum tidak lebih dari setumpuk aturan yang dibingkai dengan perpaduan serta alunan kata-kata indah syarat dengan bahasa para dewa namun miskin makna  ketika dibenturkan dengan realita. Hukum seakan kehilangan ruhnya jika harus bertatap muka dengan segelintir malaikat pencabut nyawa yang diberi titel penguasa. Kini serpihan rasa keadilan rakyat telah berserakan di relung-relung sempit nurani ini, terinjak dan tergilas oleh keangkuhan kaki-kaki kekuasaan.
Pada hari ini penulis dan juga tentunya ratusan juta rayak Indonesia bertanya-tanya ada apa dengan sistem hukum di Indonesia, apa yang salah dengan penegakan hukum di negriku ini, dan muara dari semua pertanyaan itu berakhir pada sampai kapan ini akan bertahan ditengah rakyat yang sedang kebingungan mencari sosok keadilan yang idealnya inheren dan sinergis ada dalam hukum itu sendiri. Mengutip dari pendapat Prof. Taverne ”berikanlah aku hakim yang baik, jaksa yang baik, pengacara yang baik, dengan hukum yang buruk sekalipun akan menghasilkan keputusan yang baik”.
Secara eksplisit kita dapat menangkap makna betapa pentingya kedudukan aparat penegak hukum untuk menjamin terlaksananya kepasitan dan keadilan hukum di tengah-tengah masyarakat, karena pada hakikatnya hukum bukan merupakan kaidah yang bebas nilai, manfaat dan mudharatnya semata-mata tergantung kepada manusia yang menjadi pelaksananya[2], hal ini diperjelas lagi dari pendapatnya  Prof. Satjipto Raharjo, bahwa hukum tidak bisa jalan sendiri-sendiri, karena hukum dan manusia tidak bisa dipisahkan karena manusialah yang menjalankan hukum (cara manusia berhukum). Hukum tidak ada untuk diri dan keperluanya sendiri, melainkan untuk manusia, khususnya kebahagian manusia. Singkatnya hukum memiliki logika sendiri, tujuan sendiri, dan kehendak  sendiri dan hukum membutuhkan kehadiran manusia untuk mewujudkanya.  
Disamping itu sistem hukum dibangun oleh komponen-komponen pendukungnya, friedman mengemukakan bahwa terdapat tiga komponen dalam sistem hukum[3] diantaranya komponen struktur, substansi dan budaya hukum. Ketiga komponen tersebut  berada dalam suatu proses interaksi  satu sama lain dan membentuk satu totalitas yang dinamakan sistem hukum. Substansi hukum merupakan peraturan-peraturan yang dipakai oleh para pelaku hukum pada waktu melakukan perbuatan dan hubungan hukum. Komponen struktur merupakan institusi yang telah ditetapkan oleh substansi ketentuan hukum untuk melaksanakan, menegakkan, mempertahankan dan menerapkan ketentuan tersebut. Disisi lain budaya hukum adalah komponen yang terdiri dari nilai-nilai dan dikap-sikap yang merupakan pengikat sistem serta menentukan tempat sistem hukum itu di tengah-tengah kultur bangsa secara keseluruhan.
Perlu sinergisitas ketiga komponen tersebut untuk membangun sistem hukum yang penuh dengan kepastian tanpa meninggalkan rasa keadilan. Masyarakat Indoensia tentunya sudah jenuh dengan sandiwara dan akrobat politik yang selama ini terjadi, pembaharuan  sistem hukum merupakan suatu keniscayaan untuk segera dilakukan yang pada akhirnya menjadikan hukum sebagai panglima dari rasa keadilan rakyat indonesia.



[1] Budi Agus Riswandi dan M. syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, Raja Grafindo, Jakarta, hlm. 137
[2] Ibid, hlm. 143
[3] Lawrence M. Friedman, The legal system, New york: Russel Sage Fondation, 1975

2 komentar:

  1. Tulisan yang bagus dari Sdr.David SG... Semoga bisa terwujud hukum yang adil yg dirindukan oleh seluruh rakyat Indonesia tersebut.

    BalasHapus
  2. Cinta negara Indonesia tanpa melukai , berdiri di kaki sendiri... cari jati diri untuk semua rakyat Indonesia ... semua akan bebas yang manusiawi

    BalasHapus