Minggu, 15 November 2009

Tinjauan Konseptual Hubungan pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Terkait Dengan Pembagian Urusan Pemerintahan


Tinjauan Konseptual Hubungan pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Terkait Dengan Pembagian Urusan Pemerintahan
Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut UUD 1945 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Dalam penyelenggaraaan otonomi daerah, dipandang perlu untuk lebih menekankan kepada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Oleh karenanya, penyelenggaraan otonomi daerah adalah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional. Dasar pemikiran pemerintah daerah ini adalah Pasal 18 UUD 1945, antara lain menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang[1].
Sebagai tindak lanjut dari Pasal 18 UUD 1945, dibentuk Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah yaitu Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 (menggantikan Undang-Undang No. 22 Thaun 1999) yang pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan pemerintah daerah. Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat[2].
Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari atau yang diberikan oleh Undang-Undang yaitu kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif atau administratif. Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik, misalnya wewenang menandatangani atau menerbitkan surat izin dari seorang pejabat atas nama Menteri atau Gubernur Kepala Daerah, sedangkan kewenangan tetap berada ditangan Menteri atau Gubernur Kepala Daerah, dalam hal ini terdapat pendelegasisan wewenang. Jadi, di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang (rechtsbevoegheden)[3]. Berpedoman pada pendapat tersebut di dalam “kewenangan” terkandung makna “kekuasaan” . kekuasaan yang dimaksud adalah kekuasaan yang diberikan dan didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku[4].
Distribusi  kewenangan di Indonesia kemudian direalisasikan melalui pembagian urusan pemerintahan, yang pada hakikatnya dibagi dalam tiga kategori; yaitu urusan pemerintahan yang dikelola oleh pemerintah pusat (pemerintah); urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah provinsi; urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/ kota.
Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah, meliputi [5]:
a.  Politik luar negeri;
b.  Pertahanan;
c.   Keamanan;
d.  Yustisi;
e.  Moneter dan fiskal nasional;
f.    Agama.
    Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib artinya penyelenggaraan pemerintahan yang berpedoman pada standar pelayanan minimal, dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah. Adapun untuk urusan pemerintahan yang bersifat pilihan, baik unutk pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota, meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi dan dalam skala kabupaten/kota, meliputi [6]:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f.  penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
g.  penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
h.  pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota;
j.  pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;
l.   pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n.  pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota ; dan
p.  urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Hubungan antara Pusat dan Daerah mencakup pula hubungan pengawasan, hubungan yang timbul akibat sistem rumah tangga daerah atau tugas pembantuan, dan sebagainya. Dengan demikian, penyelidikan dan pengkajian hubungan antara Pusat dan Daerah akan mencakup berbagai segi. Persoalan hubungan antara Pusat dan Daerah pada negara dengan susunan organisasi desentralistik timbul karena pelaksanaan wewenang, tugas dan tanggung jawab pemerintahan yang diserahkan atau dibiarkan atau yang diakui sebagai urusan daerah yang bersangkutan.
Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat[7].



[1] Diana Halim K., Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004, hlm. 30
[2] Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
[3] Ateng Syafrudin,Pasang Surut  Otonomi Daerah, Orasi Dies Natalis Unpar, Bandung, 1982, hlm. 20
[4] Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, P.T. Alumni, Bandung,2004, hlm.266
[5] Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm. 34-35.
[6] Ibid. hlm. 35
[7] Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar